Rabu, 10 September 2008

PERLUNYA PENGENALAN PELAJARAN SASTRA PADA USIA SEKOLAH

ditulis oleh : ties setyaningsih
Kehadiran sastra di sekolah adalah merupakan unsur yang sangat penting, karena kehadirannya mampu memberikan wajah manusiawi yang di padukan dengan unsur-unsur keindahan, keselarasan, keseimbangan yang dibarengi perspektif harmoni, irama gerak dalam setiap gerak kehidupan manusia dalam menciptakan sebuah kebudayaan. Bisa dibayangkan apabila sebuah sastra tercerabut dari akar kehidupan manusia maka manusia akan menjadi sebuah makluk yang sangat gersang dan sangat minim akan rasa cipta rasa dan karsa. Siswa diera sekarang mengenal adanya novel-novel sastra seperti : Dibawah lingkungan ka'bah, sengsara membawa nikmat dan sebagainya hanyalah sebuah keterpaksaan yang dipaksa harus menghafal beberapa sinopsis dari beberapa karya sastra secara singkat yang ada dalam buku pelajaran sehingga apa yang terjadi bagi siswa itu sendiri hanyalah tak ubahnya sekedar kegiatan menghafal, mencatat yang diakhiri ujian, selesai dan akhirnya LUUUUPA.
Metode iklim yang dari tahun ke tahun selalu sama akhirnya menimbulkan minat terhadap dunia sastra bagi generasi muda benar-benar tak terlintas dibenaknya. Hadirnya sastra sebenarnya tak ubahnya sebuah vitamin bagi batin manusia, dimana kerja otak kananlah yang membuat sikap siswa menjadi mempunyai sifat halus dan apabila dipertajam lagi akan menjadikan sifat sifat siswa pada sebuah kesantunan serta beradab. Pengajaran sastra di sekolah adalah ditujukan agar siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus tindakan, pada budi pekerti yang pada akhirnya dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa sehingga akan timbul perasaan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual dalam jiwa disetiap siswa. Implementasinya disekolah dapat lebih pada usaha mengembangkan sastra kepada para peserta didiknya dengan mengajak untuk berkarya misalnya dalam bentuk pengembangan karya berpuisi. Proses keseimbangan jiwa akhirnya akan terbentuk ,karena dalam karya puisi diharuskan menghadirkan perasaan yang peka terhadap lingkapan yang memiliki unsur keindahan dan siswa sendiri akan semakin memahami hakikat nilai- nilai kemanusiaan yang semakin tebal.
Pun akhirnya jiwa-jiwa tindak kekerasan dalm gejolak jiwa siswa yang masih muda akan tenggelam dengan sendirinyas, hal ini dapat dilihat jarang sekali puisi dan kekerasan tampil dalam tubuh yang sama. Menghadapi kenyataan ini persoalan berikutnya adalah bagaimana membuat semacam gerakan untuk mendekatkan karya sastra, kalau perlu menghadirkan juga pengarangnya ke lingkungan sekolah. Jika pintu sudah terbuka dan pihak sekolah menyambutnya dengan penuh antusias , maka tuuan -tujuan ideal untuk menjadikan sekolah sebagai basis gerakan sastra akan lebih mudah di selipkan dan dalam pembelajaranpun sedapat mungkin dibuat lebih menyenangkan dan kehadiran sastra dihadirkan sebagai sesuatu yang menyenangkan dan sekaligus mengasyikkan.
Memang belajar tentang satra tanpa disertai dengan kegiatan membaca karya sastra secara utuh adalah sebuah keniscayaan . Kebiasaan lama yang hanya mengajarkan pengetahuan tentang satra haruslah dirubah, Buku-buku yang disebut dalam kurikulum haruslah dihadirkan di kelas sehingga siswa dapat menikmati karya sastra tidak sepotong-sepotong seperti selama ini ketika mereka hanya mengenal isi buku sastra lewat ringkasan atau sinopsisnya. Keberadaan laboratorium mini bahasa sangat membantu dalam pendidikan berdemokrasi, yakni dengan memberikan bimbingan kebebasan kepada para siswanya untuk memberikan tafsir seluas-luasnya terhadap terhadap isi suatu sastra . Karena dalam berkarya sastra tidak ada yang namanya tafsir tunggal, oleh karena itu perbedaan pendapat dan belajar saling menghargai akan terpupuk.
Paradigma pengajaran sastra sangatlah memerlukan pendampingan dari guru yang menjadi pilar utama yang diharapkan membawa perubahan yang lebih mendorong menciptakan ruang-ruang kreatif dalam memberikan waktu yang lebih banyak pada siswanya untuk melatih imajinasi melalui karya satra dalam bentuk puisi, cerpen , teater, maupun drama. Estafet berikutnya diharapkan akan memupuk minat terhadap sastra serta mengembangkan imajinasinya sebagai penunjang pengetahuan lainnya dan diharapkan juga dapat menelorkan generasi barisan budayawan dan sastrawan muda sebagai pengganti generasi sebelumnya